Saturday, February 25, 2006

Uang Gajiku habis diminta Istriku!!

Damai sejahtera dalam Tuhan kita Yesus Kristus
Romo Teja, saya sedang dihadapkan pada masalah. Saya seorang suami yang baru saja tiga tahun menikah. Kami dulunya sama-sama bekerja di salah satu perusahan swasta. Tapi sejak awal mula pernikahan kami, telah ada kesepakatan di antara kami bahwa saya yang bekerja sedang sang istri mengurus rumah tangga.
Tetapi di tengah perjalanan pernikahan, setelah kami mempunyai seorang anak entah pikiran apa yang merasuki istri saya. Setiap akhir bulan ia selalu meminta semua uang dari gaji saya. Bagi saya itu tidak menjadi masalah karena saya masih mempunyai uang bonus setiap penjualan dari perusahaan. Tapi uang bonus itu juga dimintanya. Alasannya, untuk membeli susu anak kami.
Saya tidak ingin pernikahan saya ini hancur di tengah jalan. Masalahnya pernah satu kali istri saya minta cerai karena alasan keuangan. Yang ingin saya tanyakan:
- Pertama, apakah dibenarkan seorang istri meminta semua uang gaji suaminya dan juga uang bonus suaminya untuk membeli susu anak?
- Kedua, apakah hanya alasan keuangan kami mesti cerai?
- Ketiga, apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi masalah ini ?

Seorang umat di Lampung

Dari pengantar kata yang anda ungkapkan saya jadi teringat kebenaran fakta yang mengatakan bahwa usia kritis suatu perkawinan adalah antara usia tiga tahun sampai dengan tujuh tahun. Dalam masa-masa ini suami-istri semakin mengenal siapa pribadi mereka masing-masing yang sebenarnya dari pasangannya. Mereka saling memahami kelebihan dan kelemahan. Apa yang dahulu dalam masa pacaran disembunyikan, pada masa ini semua menjadi nampak aslinya. Bisa jadi mereka berdua menjadi terkejut melihat kenyataan yang mereka alami. Hal ini terutama akan terjadi pada mereka yang pada masa pacaran tidak saling terbuka dan saling mengenal dengan jujur. Romantika indah kehidupan cinta berdua sebagaimana dialami pada waktu masih pacaran semakin luntur dan jarang dinikmati. Mereka terbuai dengan kesibukan masing-masing. Suami sibuk mencari nafkah dengan kerja tanpa istirahat, sedang istri sibuk mengurus kehidupan keluarga dan anak-anak.
Sementara itu kehadiran anak dalam keluarga akan menjadi masalah tersendiri, terutama bila hal ini tidak dilihat sebagai suatu buah kasih dan tidak dipersiapkan secara matang. Dalam situasi seperti ini menjadi sangat mungkin bahwa suami atau istri mengalami suatu perubahan. Dengan kata lain apa yang dahulu diimpikan dan diharapkan diwaktu masih pacaran, tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi.
Berdasar pada pikiran seperti inilah saya melihat bagaimana masalah yang sebenarnya bukan masalah besar dalam kehidupan keluarga mengoncang perjalanan bahtera kehidupan perkawinan anda.
Menjawab pertanyaan yang anda ajukan, menurut hemat saya sebenarnya pertanyaan itu sendiri kurang tepat. Karena pertanyaan itu mengisyaratkan atau mengandaikan bahwa anda kurang memahami secara tepat apa yang semestinya anda lakukan sebagai kepala keluarga. Masalahnya bukan terletak pada ‘dibenarkan atau tidak’, tetapi terletak bagaimana anda berdua sebagai suami istri menangani masalah ekonomi rumah tangga.
Anda mengatakan, sejak awal perkawinan anda bedua telah mempunyai kesepakatan bahwa anda yang bekerja dan istri anda yang mengurus keluarga. Nampaknya hal ini merupakan suatu kesepakatan yang baik. Terutama bila kesapakatan ini dibuat berdasarkan pada kesadaran bahwa urusan keluarga merupakan prioritas utama dalam kehidupan keluarga anda. Namun nampaknya anda tidak menyadari betul bahwa kesepakatan itu merupakan awal terjadinya konflik dan salah pengertian diantara anda berdua. Mengurus dan mengatur kehidupan keluarga tidaklah hanya cukup didasari oleh adanya kesepakatan. Namun hal ini merupakan suatu tugas dan tanggung-jawab bersama. Tidak bijaksana bila hanya ditumpukan pada satu orang saja, dan yang lain tinggal menunggu hasilnya yang serba beres dan baik.
Adalah merupakan hal yang harus dicari alasan yang sebenarnya bahwa karena masalah kesulitan mengatur kehidupan ekonomi keluarga dijadikan oleh istri anda alasan untuk minta cerai. Tidak ada alasan apapun yang bisa memisahkan atau menceraikan pasangan suami-istri dari perkawinan Katolik yang resmi dan sah, kecuali oleh karena kematian.
Menurut hemat saya, yang perlu anda berdua perbuat sekarang ini adalah membina relasi yang benar antara anda dan istri anda. Maksudnya bahwa anda sungguh berusaha memahami secara benar dan tepat apa artinya menjadi seorang suami Kristiani. Selain itu istri anda semestinya juga semakin sadar betul apa tugas seorang istri sebagai ibu rumah tangga. Tuntutan istri anda yang kurang tepat terhadap kebutuhan keuangan merupakan suatu tanda negatif bagi anda untuk duduk bersama dan membicarakan kehidupan keluarga anda secara tenang dan jujur.
Dalam kebanyakan keluarga Kristiani, masalah ekonomi keluarga adalah masalah yang harus diatur bersama-sama. Sepertinya anda tidak terbiasa berbicara bersama mengenai pengaturan ekonomi keluarga anda. Kalau hal ini tidak pernah dilakukan, inilah saatnya bagi anda berdua untuk berbicara dan membuat bugdet untuk kehidupan keluarga anda. Berapa uang yang diterima setiap bulan dan berapa pengeluaran pokok untuk kebutuhan keluarga yang harus dikeluarkan. Anda harus mengetahui secara persis berapa uang yang anda terima setiap bulan dan berapa uang yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan pokok dan lain-lainnya, sehingga anda tidak defisit. Sesuaikan bugdet anda dengan gaji dan uang bonus yang anda peroleh setiap bulan. Hindarilah pengeluaran yang melebihi pemasukan.
Adalah suatu kenyataan yang terjadi dikebanyakan keluarga Kristiani, pengaturan uang diserahkan sepenuhnya kepada sang Istri. Istri yang bijak akan pandai-pandai mengatur dan mengelolo keuangan keluarga sesuai dengan kebutuhan keluarga. Karena dialah ibu rumah tangga yang harus mengatur kehidupan ekonomi keluarga. Sedangkan suami adalah seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan rumah tangga itu. Kerja-sama antara suami dan istri dalam mengatur kehidupan ekonomi keluarga mengandaikan bahwa anda sungguh saling mengenal dan saling memahami pribadi anda masing-masing. Tanpa adanya tingkat cinta yang lebih tinggi dan saling pengertian yang mendalam hal ini tidaklah mungkin terjadi. Dalam sistem budaya paternalistik, dimana suami selalu yang harus mengendalikan segalanya, banyak suami yang tidak siap dan merasa ‘tidak harus’ memberikan uang kepada istri untuk mengaturnya. Saya merasa yakin dalam masalah pengaturan keuangan keluarga istri lebih tahu dari pada seorang suami. Istri tahu persis berapa uang yang harus dikeluarkan untuk makanan, atau kebutuhan yang lainnya karena dia secara langsung mengatur penggunaan uang itu.
Oleh karena itu, konflik yang sedang anda hadapi ini merupakan kesempatan bagi anda berdua untuk melihat kembali kehidupan keluarga anda. Ini adalah kesempatan untuk semakin meningkatkan rasa saling pengertian dan relasi yang lebih mendalam sebagai suami dan istri. Keluarga bukan sekedar tempat untuk singgah dan rumah untuk makan dan tidur. Keluarga adalah Gereja Kecil di mana kehidupan iman, kasih dan harapan mendapat wujudnya yang kongkrit dalam relasi antara suami-istri dan anak. Memberikan uang kepada istri tanpa mengetahui tujuan dan penggunaan uang itu juga bukan tindakan yang bijaksana. Menyembuyikan uang dan berusaha untuk menggunakannya sebagai kebutuhan ‘pribadi’ juga bukan pada tempatnya terjadi dalam kehidupan keluarga. Keterbukaan dalam menggunakan dan mengatur uang dalam kehidupan kehidupan ekonomi rumah tangga merupakan wujud kasih yang nyata.
Akhirnya terima kasih atas kepercayaan anda, dan selamat belajar menjadi seorang suami dan kepala rumah tangga yang baik bagi istri dan anak-anakmu. Berdoalah tiada henti kepada Keluarga Kudus Nasaret dan belajarlah dari padanya. Bersyukurlah kepada Tuhan terhadap apa yang telah anda terima dan berterima kasihlah kepadaNya. Tingkatkan hidup doa dalam keluarga dan Tuhan akan selalu memberkatimu dan keluarga. Romo menyertai anda dalam doaku.
salam dan doa
MoTe

Anakku Ugal-ugalan!

Damai sejahtera dalam Tuhan kita Yesus Kristus.
Romo Teja, saya sedang menghadapi masalah keluarga yang pelik dan sampai saat ini saya belum bisa memecahkannya. Kami menikah sudah 18 tahun lalu. Sekarang kami sudah mempunyai empat orang anak. Anak kami yang pertama dan kedua laki-laki sedang anak kami yang ketiga dan keempat perempuan.
Awal mulanya kami menikah sudah tidak disenangi oleh orangtua pihak perempuan karena ada anggapan menikah usia beda tiga tahun dan enam tahun tidak bagus menurut tradisi. Tetapi kami tetap nekat tidak percaya bahkan saya membohongi orangtua pihak perempuan bahwa kami hanya beda usia satu tahun.
Memang istri saya termasuk golongan orang yang berada. Ia sudah terbiasa dengan segala barang yang mewah sedang saya adalah orang yang ekonomi menengah. Saya masih harus bersusah payah bekerja makan gaji dengan orang.
Awal pernikahan kami memang sempat terjadi ribut kecil bahkan istri saya pernah stress karena biasanya ia memegang uang banyak agar bisa berbelanja, tetapi setelah pernikahan kami ia merasa uang gaji saya itu selalu tidak cukup.
Permasalah itu akhirnya bisa kami atasi bersama beberapa tahun belakangan ini di mana kami sama-sama sudah bekerja mencari uang dan mendirikan rumah baru bersama sambil membuka usaha kecil-kecilan. Tapi dua tiga tahun belakangan ini timbul lagi permasalahan lain setelah anak-anak kami mulai beranjak dewasa di mana kebutuhan untuk sekolah semakin besar. Anak-anak kami justru ugal-ugalan dalam sekolahnya. Disuruh untuk kuliah mereka tidak mau begitupun dalam membantu orang tua mengembangkan usaha. Sepertinya mereka maunya menghabiskan harta orangtua saja. Tidak ada sedikitpun rasa tanggungjawab pada diri mereka sebagai anak apalagi untuk masa depan mereka nanti. Mungkin pikiran mereka orangtua mereka masih kaya. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi anak-anak saya itu. Di mana tempat saya mengadu? Saya mohon pertolongan, Romo.
Seorang umat di Palembang


Terima kasih banyak atas kepercayaan anda untuk menjawab permasalah yang sedang anda hadapi. Merenungkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan kita, kiranya ama benar apa katakan oleh para ahli bahwa prosentasi masalah yang dihadapi oleh manusia di dunia ini, kurang lebih delapan puluh persens adalah masalah yang menyangkut kehidupan keluarga. Mungkin masalah itu terjadi dalam hubungannya dengan suami istri, antar anak dan orang tua, anak dengan anak, anak dengan masalah sosial sekitarnya, masalah ekonomi dan berbagai macam masalah yang lain. Dengan mengatakan ini saya tidak bermaksud untuk menambah rumit masalah yang sedang anda hadapi. Namun saya hanya ingin mengungkapkan fakta bahwa hidup manusia ini selalu dihadapkan pada masalah. Menyadari hal ini kita harus semakin Jadi bagi manusia masalah bukanlah hal yang luar biasa, tetapi suatu hal yang biasa dan merupakan hakekat yang melekat pada hidup itu sendiri. Pertanyaan yang bisa diajukan adalah kalau masalah itu adalah melekat pada kehidupan manusia sendiri, lalu bagaimana manusia menghadapi masalah itu. Ada orang yang menghadapinya dengan bijak, ada yang menjadi pusing bahkan sangat terbebani dan berbagai macam hal.
Anda menyinggung dalam surat anda bahwa pada awal perkawinan anda sebenarnya anda tidak direstui oleh orang tua pihak perempuan. Pada mulanya anda merasa bahwa istri anda pun merasa memerlu banyak waktu untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup anda yang datang bukan dari keluarga yang kaya. Dan akhirnya anda mengatakan bahwa anda harus membohongi mertua anda yang berpendapat bahwa tidak baik menikah dalam perbedaan umur antara tiga dan enam tahun. Hal ini tidakan yang baik sekali. Anda melihat balik segala peristiwa ini sebagai suatu ‘sarana refleksi’ untuk melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini. Hal yang ingin saya tegaskan di sini bahwa menurut hemat saya segala peristiwa yang terjadi dalam keluarga termasuk kenalan anak anak anda tidak ada hubungannya dengan ‘kepercayaan tradisi’ itu. Ini bukan ‘kutuk atau hukumam’ atas kenekadan anda menikah dengan istri anda. Ini bukan karena perkawinan anda tidak direstui oleh orang tua pihak istri, melainkan ini murni masalah yang sering terjadi dalam setiap keluarga.
Menurut anda masalah utama adalah bahwa anak anda tidak mau kuliah, hidup ugal-ugalan, tidak mau mendukung usaha orang tua dan ada kecenderungan menghabiskan harta orang tua. Pertama-tama yang harus dicari adalah sebab mengapa anak anda bertindak demikian? Kapan anak anda mulai bertindak seperti itu, akhir-akhir ini atau sudah lama. Bagaimana hubungan anda sebagai orang tua dengan anak anda?. Apakah anda dan istri anda sebagai orang tua sungguh mempunyai waktu untuk dia ataukah anda sibuk dengan tugas dan usaha anda?
Mengapa saya mengajak anda untuk bertanya hal ini? Menurut hemat saya kebanyakan anak yang ‘ngambek’ atau mogok tidak mau kuliah atau tidak mau bekerja disebabkan oleh adanya rasa kecewa yang begitu mendalam terhadap orang tuanya. Mungkin dia merasa tidak diperhatikan, tidak didengarkan, tidak dianggap sebagai anak. Mungkin tanpa sadar kita telah memberi ‘cap’ yang tidak baik dalam keluarga. Ia terluka, ia merasa hidup dan kehadirannya dalam keluarga tidak berarti apa-apa. Maka tindakan yang dia lakukan adalah tindakan balas dendam. Ia bertindak semaunya sendiri. Dia tidak peduli dengan siapapun termasuk dirinya sendiri, karena dinya merasa tidak mempunai arti lagi. Sebenarnya semua ini dilakukan sebagai usaha untuk menarik perhatian orang lain, terutama orang tuanya. Yang sering terjadi, orang tua justru meresponnya secara negatif dan semakin membuat dia semakin tambah marah.
Lalu apa yang perlu dibuat terhadap anak itu. Tidak ada nasehat ‘instant’ yang bisa diterapkan dan langsung bisa mengatasi masalahnya. Menurut hemat saya tidak ada tindakan mendesak untuk dilakukan selain mengadakan pendekatan pribadi dengan anak ini. Ciptakan kondisi dan waktu untuk bisa bicara dari hati ke hati dengan anak anda. Bicaralah sebagai seorang ayah dengan seorang anak. Bukan polisi dengan pencuri, bukan si hakim dengan si terhukum, sekali lagi antara seorang ayah dan seorang anak. Mungkin hal ini tidak mudah dilakukan. Kekecewaan anda terhadap sikap dan tingkah laku andak anda membuat anda tidak bisa menerima anak anda sebagaimana adanya. Mungin anda juga berbalik marah terhadapnya. Dalam emosi kemarahan seperti ini biasanya membuat orang tua tidak mampu mendengar dengan baik ungkapan isi hati dan perasaan anak. Maka bersabar dan mengendalikan kemarahan adalah hal yang sangat diperlukan dalam pembicaraan antar pribadi ini. Hargailah dan terimalah pendapat anak anda. Dengarkan segala keluhan, kekecewaan dan harapannya. Mungkin ini akan menyakitkan hati anda, karena mungkin anda tidak pernah mendukanya. Tanyakan apa yang sebenarnya ia kehendaki, cobalah menungkap segala isi hatinya.
Seandainya anda merasa tidak bisa melakukan ini karena mungkin anda sudah merasa tidak bisa mendengarkan dengan baik, mintalah tolong kepada orang yang anda anggap bisa mendengarkan dan mengajak anak anda berbicara dari hati ke hati. Di lain pihak kalau anda merasa bahwa ada kecenderungan anak anda menghamburkan harta orang tua, anda harus mengontrol pemberian uang kepada anak anda. Dalam hal ini anda harus bisa bertindak kompak dengan istri anda. Walaupun mungkin anda mengalami kesulitan untuk bekerja sama, melihat bahwa istri anda berasal dari keluarga kaya yang terbiasa dengan gaya hidup yang lebih mewah. Namun bagaimana pun juga pendidikan anak merupakan tanggung-jawab anda berdua. Tanpa adanya kerja sama yang baik antara suami-istri, tindakan anda justru akan menimbulkan masalah baru. Anda tidak bisa saling menyalahkan dalam hal ini, melainkan anda harus mempunyai satu suara bulat. Tujuan utama yang harus diprioritaskan adalah demi kebaikan dan masa depan anak anda. Ini bukan masalah kepuasan diri, melainkan inilah kesempatan bagi anda untuk menunjukkan kualitas diri anda sebagai orang tua.
Kiranya cukup sekian dulu, semoga beberapa pertimbangan pemikiran diatas bisa membantu anda mengatasi masalah anda. Mungin sangat baik bila anda ingat akan sabda Tuhan yang mengatakan bahwa “Tuhan tidak pernah memberikan beban lebih dari kemampuan yang bisa ditanggung oleh umatNya’. Maka mintalah tolong dan yakinlah bahwa Tuhan mempunyai rencanaNya. Mungkin rencana ini yang belum anda mengerti dan harus dicari bersama dengan anggota keluarga yang lain. Saya menyertai anda dalam doa-doa saya. Berkat Tuhan melimpah

Salam dan doa
Rm. Teja Anthara scj