Saturday, February 25, 2006

Menemani Suamiku Dalam Duka Dan Suka?!!

Romo Teja yang baik,
Saya seorang istri yang baru tujuh tahun ini menikah. Selama tujuh tahun pernikahan kami tidak pernah menghadapi masalah dalam rumah tangga. Anak kami satu orang laki-laki sekarang berusia tujuh tahun.
Tapi tahun 2001 lalu tepatnya bulan Juli, kami menghadapi permasalahn. Suami saya dililit hutang, karena sering bermain bola gelinding (mickey mouse). Awal mula suami bermain bola gelinding sering bercerita kalah beberapa ratus ribu. "Ya sudah tidak apa," kata saya.
Selidik punya selidik, ini semua karena ulah teman-temannya. Dulunya ia tidak suka bermain bola gelinding, apalagi mabuk-mabukan. Lebih parah lagi ia berselingkuh dengan wanita lain.
Sekarang ini ia pergi merantau ke Jakarta seorang diri, karena kedua orangtuanya sudah membuangnya dari keluarganya. Sebetulnya saya ingin ikut menemani ia di sana sama-sama bekerja dan merantau di Jakarta. Tapi setelah saya pikir, ia sendiri saja belum menetap tinggalnya. Kalau saya ikut dia tidur di hotel sana-sini nanti dibilang orang cewek macam apa lagi saya ini. Memang ia sering menelepon ke HP saya memberitakan keadaanya dan menanyakan anaknya.
Yang ingin saya tanyakan kepada Romo, salahkah tindakan saya yang tidak menemani dia dalam keadaan duka seperti saat sekarang ini, padahal kami pernah mengucapkan janji setia dalam suka dan duka? Apakah pernikahan kami bisa terus berlanjut jarak jauh saja, karena saya melihat sepertinya sekarang ini sedang ngetren suami dan istri yang resmi menikah tetapi hidup berjauhan? Saya sendiri sampai sekarang kurang memikirkan lagi suami saya. Yang penting saya bisa bekerja lagi sambil membesarkan anak saya.
Atas nasehat yang Romo berikan saya ucapkan terima kasih.
Reni, Baturaja

Ibu Reni yang terkasih;
Inilah yang dinamakan liku-liku perjalanan kehidupan keluarga. Benar kata orang bijak, bahwa hidup manusia itu bagaikan perjalanan sebuah roda. Kadang kala berada diatas, tetapi tak jarang pula berada dibawah. Suatu siklus perjalan hidup yang tiada putus namun merupakan suatu kesinambungan mata rantai yang tidak putus.
Nampaknya situasi kehidupan perkawinan dan keluarga anda sedang berada dibawah. Tujuh tahun berjalan tanpa masalah, semua nampak berjalan baik dan membahagiakan. Dan sekarang keluarga dililit oleh berbagai kesulitan dan cobaan, dirundung oleh duka karena tindakan yang coba-coba namun akhirnya menjerumuskan. Suami disingkirkan dari pergaulan keluarga, merantau jauh dari rumah, istri dan anak-anak. Sementara anda sebagai seorang istri dihadapankan pada suatu pertanyaan ‘refleksi terhadap kesetiaan janji perkawinan’. Apa yang harus saya lakukan dalam situasi seperti ini, salahkan aku yang tidak menemani suami dalam keadaan duka?.
Ibu Reni, kehadiran badan, bersatu dalam duka dan suka adalah suatu keadaan ideal yang seharusnya terjadi dalam setiap kehidupan keluarga. Namun kalau seandainya ‘kebersamaan kehadiran’ itu tidak mungkin terjadi karena alasan yang sangat masuk akal, saya kira kita bisa mengerti. Dengan kata lain tidak ada yang salah, baik dari pihak suami atau istri, bila karena keadaan terpaksa harus berpisah. Bandingkanlah dengan suami atau istri yang terpaksa harus meninggalkan keluarga oleh karena harus merantau ke luar negeri atau daerah lain, bukan hanya berminggu-minggu, tetapi bertahun-tahun. Mereka mengorbankan kebersamaan, kerinduan dan kehidupan normal suami-istri karena ada tujuan yang ingin dicapai. Tenaga-tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri misalnya, apakah mereka bisa dikatakan tidak lagi setia terhadap suami-istri mereka…?
Menurut hemat saya anda masih tetap beruntung, karena suami anda masih tetap menghubungi anda lewat celular phone. Ia masih tetap memperhatikan anda, masih terus menanyakan keadaan anak-anak. Hal ini merupakan tanda bahwa ‘masih ada cinta’ dan tanggung-jawab dalam diri suami anda. Dalam kondisi seperti sekarang inilah justru fungsi anda sebagai seorang istri, seorang pendamping sang suami harus memainkan perananannya. Kehadiran memang sangat perlu, tetapi dukungan dan kebersamaan tidak harus selalu diwujudkan dalam kebersamaan badan. Saya merasa yakin bahwa suami anda pasti belajar dari kesalahan yang telah dilakukan. Saya merasakan bahwa dia pun tidak ingin situasi berpisah dari istri dan anak-anaknya ini terjadi untuk selamanya. Ini adalah kondisi terpaksa yang sementara ini harus dijalani.
Lalu apa yang harus ibu Reni lakukan untuk mewujudkan janji suka dan duka perkawinan anda? Yang jelas suami anda sekarang ini membutuhkan dukungan ibu Reni. Dukungan moral anda tetapi perlu. Lewat hubungan telpon inilah relasi anda tetap dan terus harus dijalankan. Dengarkanlah dengan hati ketika suami anda cerita mengenai keadaanya. Berilah kata-kata dukungan kalau dia merasa putus asa dan kehilangan gairah dalam perjuangannya. Ungkapankan kerinduan anda untuk tetap bersatu, ceritakanlah keadaan anak-anak yang selalu bertanya keadaan bapaknya. Bicarakan bersama langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah ini. Berapa lama suami anda akan tetap berada di Jakarta, apakah ada rencana untuk tinggal di sana untuk seterusnya atau masih ada kemungkinan untuk balik kekampung halaman. Kalau dirasa perlu dan ada sarana pendukung, pergilah dan temuilah suami anda di Jakarta, bawalah anak-anak bersama dia, tinggal bersama dia untuk beberapa saat, dan bila dirasa cukup lalu pulang kampung lagi. Dan jangan lupa, selalu membawa anda dalam doa dan Ekaristi. Saya yakin bila suami anda menunjukkan penyesalan dan berusaha memperbaiki kesalahannya dan menebusnya dengan tidakan yang baik, keluarganya akan menerimanya kembali. Percayalah, sejahat-jahatnya orang tua, mereka tidak akan tega melihat anaknya hidup sengsara selama hidup. Selalu ada pengampunan terbuka bila memang orang mau menunjukkan pertobatannya.
Menurut hemat saya, mencoba melupakan dengan ‘tidak memikirkan suami dan bekerja sambil membesarkan anak-anak’ sikap yang kurang tepat. Mungkin anda bisa membesarkan anak-anak anda, mungkin ada bisa hidup layak dengan hasil kerja anda. Bagaimana pun istri selalu membutuhkan suami. Anak-anak anda membutuhkan bapaknya. Mereka tidak bisa hidup hanya berdasarkan apa yang mereka miliki, terpenuhi segala kebutuhan materinya. Kasih orang tua adalah dasar hidup dan masa depan mereka. Kasih ibu memang pokok, tetapi akan menjadi lengkap bila kasih sayang bapak selalu dialami. Selain itu memang tidak bisa dipertahankan terus menerus bahwa anda harus hidup berjauhan dengan suami anda. Lihatlah situasi sekarang ini sebagai kondisi yang tidak normal. Justru kesetiaan anda mendampi suami harus membawa hasil pada situasi anda berdua bisa bersatu kembali.
Kiranya hanya ini nasehat yang bisa sampaikan, semoga Ibu Reni justru semakin dikuat dalam sistuasi seperti ini, tidak lari dari kenyataan, tetapi menghadapinya dengan tabah dan setia. Percayalah tidak ada persoalan yang tidak mempunyai jalan keluarnya. Bila Tuhan telah mempersatukan anda dalam perkawinan, dan anda tetap berusaha setia pada janji perkawinan yang anda ucapkan, dalam tangan dan naunganNya, dia pula yang akan memberikan kemenangan dan hari depan yang lebih baik bagi mereka yang berharap dan berpegang pada janjiNya. Saya menyertai anda dalam doa-doaku, salam saya untuk suami anda, dan berkat Tuhan melimpah.

Salam dan doa
MoTe

No comments: