Friday, February 24, 2006

PISAH RAJANG, KARENA SUAMIKU SLINGKUH!


Ytk. Romo Teja, seorang kakak ipar saya, sebut saja namanya Cyntia, sudah menikah 10 tahun. Suaminya beda usia tiga tahun dengannya. Sejak awal menikah ia tidak pernah diberikan nafkah oleh suaminya baik lahir maupun batin. Sekarang ini mereka sudah mempunyai dua orang anak.
Dari tahun 1996 saya sudah tahu sang suami sering selingkuh dengan wanita lain entah itu dilihat dengan mata kepala sendiri atau dari cerita orang lain.
Sekarang ini saya berwiraswasta untuk memenuhi kebutuhan saya dan anak-anak. Saya juga ingin tenang dalam mencari nafkah dan tidak mau memikirkan dia lagi.
Yang ingin saya tanyakan kepada Romo, saya pernah membaca di statuta Keuskupan Palembang, bahwa di situ gereja mengijinkan suami istri pisah ranjang. Apakah masalah yang saya hadapi ini bisa juga dijadikan salah satu sebab suami istri bisa pisah ranjang?
Atas nasihat dan petunjuk Romo saya ucapkan terima kasih. Demikian juga kepada redaksi Tabloid KOMUNIO.

Seorang ibu yang sedang bingung, di Palembang.

Ibu yang sedang bingung, di Palembang.
Saya melihat ada sedikit ada kejanggalan dalam surat ibu diatas. Ibu mengatakan bahwa Cyntia sudah 10 tahun menikah. Ia tidak pernah diberi nafkah oleh suaminya, baik lahir maupun batin. Namun sekarang ini sudah mempunyai dua anak. Pertanyaan nakal saya; ‘lalu dua anak yang sekarang ini dimiliki Cyntia itu anak siapa, karena bukankah sebagai istri tidak pernah diberi nafkah batin?’ Saya merasa bahwa masalah yang ingin ibu sampaikan itu. Tetapi masalahnya adalah apakah suami yang selingkuh, tidak bertanggung-jawab atas kehidupan istrinya ini bisa menjadi alasan untuk ‘pisah ranjang’.
Menurut hemat saya, masalah pokoknya bukan terletak pada apakah masalah yang terjadi ini cukup dijadikan alasan untuk memintakan ijin dari Gereja atau tidak!. Tetapi bagaimana masalah yang terjadi dalam keluarga ini bisa diselesaikan secara damai dan mempersatukan kembali suami-istri dalam keluarga sesuai dengan nilai kristiani. Kiranya perlu diketahui bahwa sifat pemberian ijin pisah ranjang dari Gereja hanyalah bersifat sementara. Artinya bila dalam keadaan yang sangat terpkasa, suami-istri tidak bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi baiklah mereka tidak kumpul sebagai suami istri. Gereja menjadi saksi resmi dan merestui kehendak suami-istri itu untuk tidak ‘menjalankan’ salah satu tugas pokok suami-istri, yakni saling memberikan diri dalam hubungan badan sebagai suami-istri. Kesempatan ini diberikan kepada suami istri untuk saling merenungkan perjalanan kehidupan keluarga mereka, sambil mencari kemungkinan yang terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Jadi sifat ‘ijin pisah ranjang’ ini hanya sementara. Ini bukan dispensasi bahwa suami-istri dengan ijin Gereja ini boleh pisah untuk selamanya. Ijin ini diberikan untuk membantu keluarga ini untuk berpikir serius mengenai hubungan mereka sebagai suami istri.
Yang mendesak untuk mendapat perhatian sekarang ini adalah masasalah relasi suami-istri itu sendiri. Mencari kemungkinan yang menjadi sebab mengapa suami itu selingkuh dari istri. Setelah merasa yakin menemukan penyebab perselingkuhan ini, lalu menjadi jalan keluar mengatasi masalahnya.
Menurut para ahli ada beberapa sebab yang membuat seorang suami-istri selingkung atau menyeleweng dari kesetiaan janji sebagai suami-istri. Sebab-sebab itu antara lain sebagai berikut:
Sikap ‘hedonistik’, yaitu sikap yang mengutamakan kenikmatan. Orang yang mempunyai sikap demikian sukar sekali berkorban. Kenikmatan adalah tujuan dan segala-galanya dalam hidupnya. Main seks adalah sama dengan ke restoran. Ia melihat wanita atau pria sebagai obyek sek belaka. Moralnya tidak berkembang. Orang yang demikian akan mudah sekali menyeleweng dan slingkuh dalam hidup perkawinanannya. Kesetiaan adalah suatu kata yang sulit untuk diwujudkan.
Nafsu atau dorongan seks yang tidak seimbang antara suami dan istri adalah faktor lain yang bisa menjadi penyebab slingkung. Bila salah satu pasangan mulai mengeluh, tidak puas dan sebagainya, maka harus menjadi suatu perhatian bagi mereka berdua. Ketidak puasan dalam hal ini akan mengakibatkan penyelewengan.
Pasangan bujangan yaitu pasangan yang walaupun sudah sudah menikah tetapi masih berlagak bujangan merupakan pasangan yang mudah menyeleweng. Pasangan ini mudah menjadi mata keranjang dan menjadi tidak setia. Ia sering tidak melibatkan pasangannya dalam kegiatan-kegiatan atau rencana-rencana hidupnya. Perilakunya merupakan ‘kedhok diri’ untuk menutupi kelemahan dan kekuarangan dirinya.
Akhirnya satu hal yang sering membuat orang sungguh slingkuh adalah karena ‘kesempatan’. Banyak orang yang setia menjadi menyeleweng karena mereka mendapat kesempatan untuk berbuat. Hindarilah kesempatan dan berani mengatakan ‘tidak’ biarpun hal ini sungguh menyakitkan. Karena kesempatan untuk menyeleweng adalah salah satu hal yang sangat bersar pengaruhnya.
Ibu Cyntia, inilah hal-hal pokok yang perlu direnungkan dan dibicarakan bersama. Ibu sebagai kakak, tentunya bisa membantu suami-istri ini untuk menyatukan kembali hati dan hidup mereka dalam keluarga yang sehat. Seandainya hal ini tetap tidak bisa ditempuh, kiranya lebih bijaksana bila menghubungi dan berbicara kepada orang yang kompeten dan bisa dipercaya. Dalam hal ini saya yakin Romo Paroki dengan senang hati akan bersedia membantu. Atau mungkin di keuskupan ada pastoral kehidupan keluarga, kepada mereka ibu bisa meminta bantuan. Kalau kemungkin ini tidak bisa dijalankan, pisah ranjang adalah kemungkinan terakhir yang terpaksa harus bisa ditempuh.
Kiranya cukup sekian, salam khusus saya untuk Ibu Cyntia dan doa saya menyertai ibu dan keluarga adik ibu. Semoga semangat keluarga Nasareth menjadi kekuatan dan memberikan inspirasi untuk menyatukan kasih dan hidup dalam keluarga mereka.

Salam dan doa
MoTe

No comments: